Tapipada kelima sisi makam yang lain, justru sama sekali tidak diberi pagar, seolah boleh dimasuki bahkan oleh keledai sekalipun. Di pemakamannya pun orang masih disuguhkan rasa humor, khas sang penghuni makam, Mullah Nasruddin Hoja.* *Ady Amar, penikmat dan pemerhati buku, tinggal di Surabaya. Baca juga TerburuBuru. Keledai Nasrudin jatuh sakit. Maka ia meminjam seekor kuda kepada tetangganya. Kuda itu besar dan kuat serta kencang larinya. Begitu Nasrudin menaikinya, ia langsung melesat secepat kilat, sementara Nasrudin berpegangan di atasnya, ketakutan. Nasrudin mencoba membelokkan arah kuda. Tapi sia-sia. Kuda itu lari lebih kencang lagi. Padasuatu waktu, orang-orang dari kota mengundang Nasruddin untuk menyampaikan pidato. Sesampainya di mimbar, ia menemukan para penonton ti Nasrudintersenyum, lantas berkata, Jika kalian tak bisa tertawa pada lelucon yang diceritakan berulang kali, lantas mengapa kalian selalu mengeluhkan masalah masalah yang sama berulang ulang." *Disarikan dari Buku Sang Mullah, Kumpulan Kisah Bijak Jenaka Nasrudin Hoja Nasrudiningin membawa buah tangan berupa itik panggang. Sayang sekali, itik itu telah dimakan Nasrudin sebuah kakinya pagi itu. "Lihatlah," kata Nasrudin puas, "Di sini itik hanya berkaki satu." Tentu Timur Lenk tidak mau ditipu. Maka ia pun berteriak keras. Semua itik kaget, menurunkan kaki yang dilipat, dan beterbangan. Nasrudinditangkap waktu perang 62.memberi nasihat gratis 63.menghabiskan halwa masakan istri menolong 65.membantu orang membayar hutang 66.naik kapal yang mau tenggelam 67.susu dan garam 68.sekalian saja bawa semuanya 69.disuruh mengawasi pintu supaya tidak ada pencurinya 70.kera tahan bau \nasrudin 71.Nasrudin pergi bercukur NasiruddinAth-Thusi dianggap sebagai 'ilmuwan multitalenta'. Kontribusinya terhadap perkembangan ilmu pengetahuan modern begitu tak ternilai sehingga julukan (laqob) QuaY9. Oleh Uttiek M Panji Astuti, Penulis dan TravelerSaya sering menuliskan tentang dongeng pengantar tidur yang diceritakan Papi pada saya dan adik-adik sewaktu kecil dulu. Favorit saya adalah perjuangan Shalahuddin Al Ayyubi saat membebaskan Al lain yang menarik adalah kecerdikan Abu Nawas dan bijaksananya Raja Harun Al-Rasyid. Saya selalu tertawa terpingkal-pingkal dengan ulahnya. Sampai sekarang pun saya masih bisa mengingat selesai bercerita tentang Abu Nawas, Papi menutupnya dengan menyanyikan syair I’tiraf. Saking menancapkan syair itu, tiap kali mendengarnya, saya selalu terlempar ke momen masa kecil dulu. Kenangan dongeng pengantar tidur itu terbawa sampai dewasa. Bahkan syair itu yang saya pilih saat melangkah ke pelaminan dengan asli Abu Nawas adalah Abu Ali Al-Hasan bin Hani Al-Hakami. Ia lahir pada 145 H 747 M di kota Ahvaz yang sekarang berada di yang bernama Hani Al-Hakam, seorang legiun militer Marwan II. Ibunya bernama Jalban. Sejak kecil Abu Nawas sudah yatim. Ia dibawa ibunya ke Bashrah untuk menuntut ulama tercatat menjadi gurunya. Di antaranya Abu Zaid al-Anshari dan Abu Ubaidah, pada keduanya ia belajar sastra belajar Alqur’an pada Ya'qub Al-Hadrami. Belajar hadist pada Abu Walid bin Ziyad, Muktamir bin Sulaiman, Yahya bin Said Al-Qattan, dan Azhar bin Sa'ad heran, sekalipun disampaikan dengan gaya humor sufi, namun perkataan dan syairnya penuh menulis puisi menarik perhatian Khalifah Harun Al-Rasyid. Melalui musikus istana, Ishaq Al-Wawsuli, Abu Nawas dipanggil untuk menjadi penyair istana Sya'irul Bilad. Syair dan puisi Abu Nawas dikumpulkan dalam “Diwan Abu Nawas”. Saking masyhurnya, kitab ini diterjemahkan dalam berbagai bahasa dan diterbitkan di berbagai negara. Seperti Wina, Austria 1885, Kairo, Mesir 1860, Beirut, Lebanon 1884, India 1894.Manuskripnya saat ini masih tersimpan di perpustakaan Berlin, Wina, Leiden, dan bisa menuturkan semua hal melalui humor satire. Bahkan tentang kematian sekalipun. Konon, sebelum meninggal ia minta keluarganya mengkafaninya dengan kain bekas yang kelak jika Malaikat Munkar dan Nakir datang ke kuburnya, Abu Nawas dapat mengatakan. "Tuhan, kedua malaikat itu tidak melihat kain kafan saya yang sudah compang-camping dan lapuk ini. Itu artinya saya penghuni kubur yang sudah lama."Orang-orang dengan mata batin yang terasah dan mampu menyampaikan hikmah melalui humor, tak hanya Abu Asia Tengah ada sosok yang bernama Nasreddin Hoja atau Nasarudin Hoja dalam pelafalan orang Indonesia. Tak kalah terkenalnya dengan Abu bijak ini lahir di Konya, Turki. Namun semasa hidupnya berkelana hingga ke Samarkand dan sempat berjumpa dengan Amir catatan para sufi disebutkan beberapa dialog Nasarudin dengan Amir Temur. Kecerdikannya mampu menundukkan hati Sang Amir, hingga ia diangkat menjadi Hoja dikenal sebagai sufi bijak yang cerdas dalam membuat lelucon, serta mengajarkan ilmu hikmah dalam memaknai satu yang terkenal adalah kebiasaanya mengendarai keledai dengan menghadap ke belakang dan cerita tentang ia dan anaknya yang menggendong keledai ke lagi yang tak kalah terkenal. Kalau di Indonesia, entah mengapa kata bahlul dilekatkan dengan kata bodoh. Padahal dalam bahasa Arab tidak dikenal kata sejatinya adalah nama orang sederhana yang bijak. Semacam Kabayan kalau dalam karakter cerita lokal. Ia menyampaikan nasihat dengan gaya humor ala Abu Nawas, namun sarat menyampaikan kebenaran melalui humor adalah salah satu bentuk kecerdasan. Tidak semua orang bisa melakukannya. Sayangnya, yang sekarang banyak disaksikan adalah para pemimpin yang terlihat lucu, padahal tidak bermaksud tetiba saya teringat syair indah ini. Ilahi lastu lil firdausi ahla, wa la aqwa 'ala naril jahimi, wa habli taubatan waghfir dzunubi, fa innaka ghofirudz dzambil 'adhimi…

kata bijak nasrudin hoja